POWER AMPLIFIER KELAS D
(Tulisan ini pernah dimuat di Majalah MOTOR edisi No. 151, Penulis Rahmat)
SPESIALIS MAIN GEBUK
Desain bodi lebih kecil dibanding kelas lainnya. Namun tenaganya luar bisa. Efisiensi pemakain arus jadi andalan peranti ini.
________________________________________
Dalam dunia audio mobil dikenal beberapa kelas power ampli. Salah satunya kelas D. Keandalan menghasilkan dentuman bas dengan kekerasan tinggi, jadi alasan tak terbantahkan buat main SPL. Efisiensinya cukup signifikan. Baik dari segi desain, kekerasan suara, dan iritnya pemakaian aki.
Power ampli kelas D bukan berarti jelek dibanding kelas A atau AB. Sengaja dirancang melengkapi power kelas lain. Hampir semua pabrikan punya power ampli kelas ini. Di antaranya sudah mewabah di toko-toko lokal, seperti Kicker, Rockford Fosgate, Orion, Crossfire, DLS, MMATS dan Zafco.
************
Bagaimana efisiensi pemakaian arusnya? Ambil contoh, power ampli Kicker kelas AB 400 watt dan kelas D menghasilkan daya listrik sama. Power kelas AB punya efisiensi 50% dan butuh daya listrik 800 watt, maka arus listriknya butuh 63,5 ampere (800 watt/12,6 volt). Sedangkan kelas D punya efiensi 80% dan cuma butuh daya listrik 500 watt sehingga didapat 39,7 ampere.
Hasil perbandingan ini dapat dilihat perbedaannya. Dengan kekerasan keluaran suara, sama butuh arus besar. Sehingga baterai tak cepat boros dan tak butuh watt gede untuk menggerakan subwoofer. “Ibaratnya, makannya sedikit keluarnya lebih banyak,” kata Aming dari Roma Motor, Sawah Besar, yang diamini Hendrik dari Audio Design, Kebon Jeruk.
Hematnya pemakaian arus berkaitan dengan susunan komponennya. Power kelas ini tak bedanya dengan power suplai. Fungsinya seperti membangkitkan arus listrik. Salah satu komponen paling berpengaruh yakni berupa lilitan bernama toroidal transformer. Di kelas D sengaja dibuat lebih banyak dibanding kelas lain.
Selain itu, ada pula komponen bernama MOSFET ikut mempengaruhi kinerjanya. “Komponen ini mampu menaikkan tegangan dari 12 volt jadi 30 volt,” bilang Akang, dari Dharma Audio, Gunung Sahari. Jumlahnya pun cukup banyak dan bisanya dilabel ditulis power full MOSFET.
Akibat efisiensi besar tersebut, panas dari power tak begitu besar. Lain dengan kelas A, untuk memperoleh suara jernih mesti menyalurkan panas ke heatsink. Imbasnya butuh tenaga gede, karena energinya terbuang ke heatsink atau sirip power.
**********
Meski begitu, power ampli kelas D punya keterbatasan. “Frekuensinya hanya mampu bermain di bawah 60 Hz khusus di ruang mobil. Maka dipakai buat subwoofer saja, ” kata Richard penggagen Crossfire. Sehingga suara vokal dan tweeter tak akan mampu “diangkat”. Andre dari RPM Audio Greenville menambahkan, ”Bedanya dengan kelas AB atau A, yang jangkauan frekuensinya bisa mulai dari 20-20 kHz.”
Namun ada pula power ampli gabungan antara kelas B dan D. Salah satunya produk Rockford Fosgate. Power ampli kelas BD ini frekuensinya berkisar 10-250 Hz. “Sehingga ferkuensinya midrange bisa didapat. Lebih tinggi lagi tak akan terdengar,” ungkap Aming. Power ampli kelas ini juga dianjurkan dipakai untuk sistem SPL. Salah satu keunggulannya, dilengkapi subsonic filter. Fungsinya seperti x-over, buat memotong frekuensi khususnya bawah. Sehingga frekuensi di bawahnya dapat ditahan. “Tak memakai filter ini bisa bikin subwoofer jebol.”
Umumnya instalatur mahir memanfaatkan power ampli jenis ini untuk dikombinasikan dengan power lain. Bisa saja pakai power satu kelas, misalnya AB semua. Subwoofer tetap dapat kerja. “Namun buat apa kalau aki yang dipakai sangat boros,” tukas Aming. Lebih baik memang pakai power kelas D, kalau hanya buat sub. Tenaga power ampli tak terbuang banyak. Dampaknya, pukulan bas makin mantap.
Rahmat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar